Skip to main content

The Death is Calling

The Death is Calling

“Mei!!”
Terang. Sinar lampu menyorot mataku. Aku terbangun. Butuh waktu sepersekian detik bagiku untuk menyadari ini kamarku dan ini masih tengah malam.
Akhir-akhir ini, entah mengapa aku terbangun tengah malam.
Aku meraba-raba meja di tepi tempat tidurku, mencari kacamataku. Dan seperti biasa, aku tidak menemukannya. Huff..
Terpaksa aku bangun dari tempat tidurku dan mulai mencari ke seluruh kamarku sambal meraba-raba.
Ketemu. Dibawah tempat tidur. Mungkin terjatuh.
Dan seperti biasa, aku duduk beberapa saat mendengar sekelilingku dengan seksama.
Sunyi.
Aku yakin ada seseorang yang memanggilku sehingga aku bangun dari tidurku. Tetapi setelah aku bangun yang kudapati hanya sunyi di kamarku sendiri. Apa aku mulai berhalusinasi karena ujian semakin dekat?
Entahlah. Aku mematikan lampu dan naik ke tempat tidur.
……………………………………………………………………………………………………… “Hey” sapa Rei menghentikan lamunanku.
“Ah.. Hey” aku balik menyapanya.
Rei adalah temanku. Satu-satu seantero sekolah ini mungkin. Orang lain tidak terlalu suka bicara padaku karena aku kurang populer, tetapi Rei tidak perduli itu. Orang seperti dia harus diperbanyak di dunia ini pikirku.
“Apa yang kau pikirkan?” Rei bertanya sambil duduk di kursi di sebelahku.
“Entahlah, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku.” Keluhku.
“Akhir-akhir ini aku selalu terbangun tiba-tiba di tengah malam.” Ucapku tak bersemangat.
“Hmm.. apa kau merasa ada seseorang yang membangunkanmu?” tanya Rei.
“Ya, bagaimana kau tahu itu?” jawabku kaget. Bagaimana dia tahu. Apakah semua orang juga merasakannya.
“Kau tahu, Riga, temanku dari kelas sebelah, bercerita persis sepertimu, dia bilang dia terbangun sejak seminggu lalu di tengah malam karena seseorang memanggilnya, pertama dia kira itu hanya halusinasi, tapi setelah beberapa hari dia pikir memang ada yang memanggilnya, dia bahkan menanyakan seluruh orang di rumahnya tetapi tidak ada siapa-siapa yang pernah memanggilnya di tengah malam.” Rei bercerita panjang lebar.
“Dan kau juga mengalaminya, ini membuatku takut.” Rei melanjutkan.
“Bisakah aku bertemu dengan temanmu itu?” tanyaku.
“Mari kita mulai pelajaran pagi ini” ucap Pak Guru, yang tiba-tiba masuk ke dalam kelas, menyisakan tanya padaku karena Rei harus kembali ke bangkunya di depan.
………………………………………………………………………………………………………
Keesokan harinya, Rei tidak masuk sekolah.
Aku tidak tahu mengapa.
Aku hanya merasa kesepian dengan ketiadaan Rei.
Aku ingin bercerita bahwa suara itu datang lagi, entah mengapa aku merasa takut dengan panggilan suara tadi malam.
Tubuhku pun terasa dingin saat terbangun tadi malam.
Aku kesal Rei tidak masuk.
………………………………………………………………………………………………………
“Drrrrttttt…. Drrtttttt…..” getar handphone mengalihkan pandanganku dari ocehan Pak Guru di kelas.
Rei. One Message. Kulihat namanya terpampang di layar handphone ku.
Rei tidak masuk lagi. Aku kesal. Dia bahkan tidak memberi kabar.
Aku tidak mau langsung membalas pesannya, apapun itu.
“Drrrrttttt…. Drrtttttt…..” handphone ku kembali bergetar.
Rei. Lagi.
Mungkin penting pikirku. Akhirnya aku membukanya.
“Riga meninggal pagi ini, dia terkena panas tinggi sejak kemarin, aku tidak dapat datang ke sekolah.”
Aku membaca pesan pertama Rei dan aku merasa kosong. Bagiamana Riga bisa meninggal hanya terkena panas selama sehari.
Aku membuka pesan kedua.
“Riga meninggal, sebaiknya kau juga berhati-hati, maafkan aku.”
Mengapa aku harus berhati-hati. Apa maksudnya. Rei seakan berkata aku akan meninggal juga.
Aku membalas cepat pesannya.
“Aku turut berduka cita atas meninggalnya Riga, kapankah pemakamannya? Aku akan datang. Dan apa maksudmu agar aku berhati-hati juga? Kau membuatku takut.”
Terkirim.
Pesan selanjutnya dari Rei hanya memberi tahu tentang pemakaman Riga. Dia tidak menjawab semua pertanyaanku,
………………………………………………………………………………………………………
Hujan.
Aku berdiri di tepi makam Riga, yang bahkan tak ku kenal.
Rei terisak di sampingku. Dia sangat terpukul, aku baru tahu Riga adalah temannya sejak kecil.
Kemudian dia berkata.
“Aku tidak ingin kehilanganmu juga, suara itu mengambilnya dariku, jangan pergi dariku Mei.”ucapnya sambil memelukku.
Aku tidak mengerti. Suara apa. Apa maksud Rei.
………………………………………………………………………………………………………
Hujan.
Rei kembali terisak. Dia telihat sangat terguncang.
Dia menangis di tepi makam bertuliskan “Mei Haibara”
………………………………………………………………………………………………………
Berhati-hatilah saat seseorang memanggilmu dalam tidurmu…
Mungkin itu panggilan terakhirmu..
END.

Comments